Keluarga merupakan himpunan kecil dari pengelompokan individu yang terdiri dari ayah, ibu, anak, paman dan tante, kakek dan nenek, dan lain-lain. Keluarga khususnya orang tua merupakan pilar utama dalam pembertumbuhan dan perkembangan anak.
Pada awalnya ibu
merupakan orang pertama yang mempengaruhi perkembangan anak, mengapa demikian?
Karena, ibu merupakan orang yang senantiasa berada pada tahap-tahap awal
perkembangan anak, dari anak mulai meraba, melihat dan sebagainya. Disini, bukan
berarti ayah tidak memiliki peran dalam proses perkembangan anak, karena pada
kenyataannya anak memiliki kebutuhan berbeda yang tidak bisa ia dapatkan dari sosok ibu maupun
sebaliknya. Jadi, kedua kasih sayang dari
ayah dan ibu adalah suatu hal kebutuhan yang memang harus didapatkan oleh anak.
Tetapi,
pernahkah anda sadari, bahwa sebagian anak perempuan
lebih dekat dengan ayah dibanding dengan ibu?? Tentu saja, hal demikian bukan
menjadikan tolak ukur kita untuk mengatakan bahwa anak lebih sayang kepada
ayahnya saja dan tidak memperdulikan ibunya, tetapi hal tersebut didasari pada
bentuk kasih sayang yang ia dapat pertama kali dari lawan jenis adalah ayah
mereka dan hal demikian juga ditemukan pada anak laki-laki yang cenderung lebih
dekat kepada ibu.
Oleh karena itu,
keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi
anak. Pandangan tersebut memanglah tepat untuk melukiskan peran keluarga
karena, orang tua merupakan orang pertama yang memberikan contoh tingkah laku
dan tutur bahasa yang baik maupun kurang baik pada anak, “BUAH JATUH, TIDAK
AKAN JAUH DARI POHONNYA” sepertinya peribahasa itu tepat untuk pencerminan
perkembangan karakter anak di masa depan.
Sebegitu pentingnya
peran orangtua dalam pendidikan karakter anak, dan hal itulah yang mendasari
terbentuknya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional[1]
No.2 Tahun 1989 pasal 10 ayat 4 yang menyatakan bahwa “ Keluarga merupakan
bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai-nilai moral, dan keterampilan pada anak.
Seperti,
yang sudah saya tekankan diatas bahwa keluarga merupakan pilar dasar
pembentukan kepribadian anak dan keberhasilan anak mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Di artikel yang penulis susun, selain diperuntukkan sebagai
tugas akhir Mata Kuliah Psikologi Perkembangan, penulis juga ingin mengetahui
apa itu broken home, penyebab terjadinya broken home, dampak yang dapat
ditimbulkan dari kehidupan anak yang memiliki satu orang tua tunggal dan
mengetahui bagaimana cara menanggulangi dampak tersebut, meski hanya diasuh
oleh satu orang tua saja.
BROKEN HOME
Broken Home adalah kurangnya
perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga
membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Istilah
“broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan
akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di
rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di
rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat.
Sehingga menimbulkan perceraian atau perselisihan yang berkepanjangan.
Namun, broken home dapat juga diartikan dengan kondisi
keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun,
damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang
menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian[2].
Dengan kata lain broken home adalah suatu keadaa dimana orang
tua sudah tidak harmonis, sering bertengkar dan menimbulkan keributan, yang
berakibat pada ke tiadaan lagi untuk memberikan kasih sayang dan kepedulian
terhadap anak, sehingga anak tidak lagi mendapatkan sesorang untuk diayomi atau
dijadikan tauladan bagi mereka.
PENYEBAB BROKEN HOME
Keluarga bermasalah tidak serta merta datang begitu saja,
tetapi tentu saja mereka memiliki dasar utama terjadinya perpecahan atau
pertengkaran dalam keluarga. Inilah beberapa penyebab utama keluarga disebut broken
home, yaitu[3]:
1.
Terjadinya perceraian
Faktor
yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya disorientasi tujuan
suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; kedua, faktor kedewasaan
yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan
mengatasi berbagai masalah keluarga; ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang
berkembang di masyarakat.
Semua itu menunjukkan
pada sebuah kenyataan dikehidupan suami istri
yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang serta dasar-dasar perkawinan yang telah
terbina bersama,
telah goyah dan tidak mampu lagi menompang keutuhan kehidupan keluarga yang
harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami dan istri tersebut
makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak
sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu
menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh
ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga
masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
2.
Kebudayaan bisu dalam
keluarga
Kebudayaan
bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Keluarga yang tanpa
dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam
jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan
komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara
pada hal-hal yang perlu atau penting saja,
anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri kepada orang tuanya, mereka
lebih baik berdiam diri saja.
Situasi
kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi
yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat
berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya,
karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih
mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam
kesendirian dan kebisuannya.
Ternyata
perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum tentu mampu menyentuh
kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan dengan kedudukannya, dengan benda mahal dan
bagus atau sebagainya. Karena menggantikan dialog
berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati dan bisa mengancam anak kearah yang liar di dunia luar.
3.
Perang dingin dalam
keluarga
Dapat
dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab
dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa
perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Sehingga kondisi didalam rumah menjadi tidak nyaman dan
menjadi malas pulang kerumah.
4.
Ketidak dewasaan sikap orang tua.
Ketidakdewasaan
sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrime.
Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri.
Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian
yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini
orang lain tidaklah penting. Dia mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana
menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya.
Akibatnya orang lain sering tersinggung dan tidak mau mengikutinya.
Misalnya
ayah dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau membantu mengurus anaknya yang
kecil yang sedang menangis alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal
ibu sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah dan ayah pun membalas
kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan anak-anaknya, suatu
contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya.
5. Orang
tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Tidak
bertanggungjawabnya orang tua, salah satunya lagi-lagi adalah masalah
kesibukan. Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat mereka
melupakan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Dalam masalah ini, anak-anaklah
yang mendapat dampak negatifnya. Yaitu anak-anak sering tidak diperhatikan baik
masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di
masyarakat.
6. Jauh
dari Tuhan
Segala
sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab
Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan
mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan
terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat
kepada Tuhan dan kedua orang tuanya. Mereka bisa menjadi orang yang berbuat
buruk, yang dapat melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang anak yang
sudah dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak mau menyerahkan surat-surat
rumah dan sawah. Tujuannya agar dia dapat menguasai harta tersebut. Maka dari
itu, didiklah anak agar dekat kepada Tuhan, karena hanya Tuhan yang mampu
memberikan ketenangan batin kepada kita.
7.
Adanya masalah ekonomi
Dalam
suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri
banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan
suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat
berlindung yang sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering
bernafsu ingin memiliki televisi, radio dan sebagainya sebagaimana layaknya
sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan
isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka
timbullah pertengkaran suami istri yang sering menjurus ke arah perceraian.
Berbeda
dengan keluarga miskin, keluarga kaya yang mengembangkan gaya hidup
internasional yang serba mewah. Mobil, rumah mewah, serta segala macam barang
yang baru mengikuti model dunia. Namun tidak semua suami suka hidup sangat
glamour atau sebaliknya. Di sinilah awal pertentangan suami istri yaitu soal
gaya hidup. Jika istri yang mengikuti gaya hidup dunia sedangkan suami ingin
biasa saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami
berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur. Hal ini
jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga tersebut dan dapat berujung
pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-anak mereka.
8.
Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang
tua dan anak
Kurang
atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya
kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan
biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah
dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk
makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang
anggota keluarga menjadi jamaah. Tetapi, pada kenyataannya kedua orang tua
pulang hampir malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata
sudah mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dengan anak-anaknya.
Akibatnya
anak-anak menjadi remaja yang tidak terurus secara psikologis, mereka mengambil
keputusan-keputusan tertentu yang membahayakan dirinya seperti berteman dengan
anak-anak nakal, merokok, meneguk alkohol, main kebut-kebutan di jalanan
sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahaya jika anak terlibat menjadi pemakai
narkoba.
9.
Adanya masalah pendidikan
Masalah
pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak
lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami
oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak
dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila
terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang
mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin
sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi. Artinya suami istri akan
dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.
Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan terjadinya masalah
Broken Home ini, sesungguhnya masalah utamanya adalah komunikasi yang tidak
berjalan dan keegoisan yang terus saja ditanam. Seharusnya, sebagai pasang kita
bisa memahami dan saling mengalah satu sama lain, sehingga tidak terjadinya
mis-komunikasi yang dapat memicu pertengkaran bahkan kebencian, dan perceraian
tidak dapat dihindarkan. Lagi-lagi anak adalah korban dari tingkah laku yang
dibuat oleh orang tua.
DAMPAK BROKEN HOME
Suatu hal yang tidak sewajarnya terjadi, jelas akan
menimbulkan dampak negatif yang tidak bisa dihindari lagi. Broken home juga
demikian, hal itu tentu memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan penyelesaian
tugas masa remaja.
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami
saat kritis, agar ia mampu menginjak ke masa dewasa, dengan demikian remaja
berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang
mencari identitas dirinya. Dalam proses pencarian dirinya, remaja harus
memiliki pengayom atau pembimbing agar ia mampu melangkah maju dengan baik,
untuk mengikuti proses perkembangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam
proses perkembangan remaja yang serba sulit dan masa-masa membingungkan
dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan
dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya.
Broken home, merupakan salah satu pemicu anak melakukan hal
negatif, karena seperti yang disebutkan diatas bahwa anak yang hidup dikeluarga
yang hanya memiliki Ibu atan Ayah atau anak yang hidup dalam pertengkaran orang
tua yang berkepanjangan, tidak akan mendapatkan contoh yang baik atau pedoman
yang baik dalam hidupnya. Dan inilah, beberapa dampak nyata akibat ulah Ayah
dan Ibu yang tidak bertanggung jawab[4]:
a.
Gangguan kejiwaan pada seorang
Broken Home
1.
Broken Heart
Anak akan merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga
memandang hidup ini sia-sia dan
mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk anak menjadi, orang yang
krisis kasih sayang dan anak akan
cenderung berlari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya
sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang,
tertarik dengan isteri orang, atau suami orang dan lainnya
2.
Broken Relation
Anak akan merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak
ada orang yang dapat dipercaya, sebab ketidak adaan orang yang
dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk anak menjadi, orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal
ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain,
cenderung “semau gue”.
3.
Broken Values
Anak kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam
hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang
”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang
menyenangkan dirinya akan dilakukan, dan apa yang tidak menyenangkan baginya tidak akan ia lakukan.
Selain itu, seorang anak korban “Broken
Home” akan mengalami tekanan mental yang berat. Misalnya, dia akan merasa malu
dan minder terhadap orang di sekitarnya karena kondisi orang tuanya yang sedang
dalam keadaan “Broken Home”. Sehingga anak
menjadi sulit bergaul selain itu, mungkin ia akan
menjadi gunjingan teman sekitar dan proses
belajarnya juga akan
terganggu,
karena pikirannya tidak terkonsentrasi ke pelajaran saja, tetapi juga terhadap perlakuan teman-temannya dan
kehidupan pribadi yang sedang ia alami di rumah.
Anak tersebut akan cenderung menjadi pendiam dan
cenderung menjadi anak yang menyendiri serta suka melamun.
Bahkan
Profesor Kelly Musick, sekaligus penulis buku “Are
Both Parents Always Better than One? Parental Conflict and Young Adult
Well-Being”, mengungkap bahwa seorang anak yang terlahir dan besar dalam
keluarga penuh konflik, cenderung menjadi bodoh secara akademis, dan tak
sedikit juga yang akhirnya putus sekolah[5].
Hal
tersebut dikarenakan, adanya pikiran-pikiran dan
bayangan-bayangan negatif seperti menyalahkan takdir yang seolah membuat
keluarganya seperti itu. Seakan sudah tidak ada rasa percaya terhadap kehidupan
religi yang sudah ia dapat dari
kecil, sehingga tekanan mental itu akan mempengaruhi
kejiwaannya dan
dapat mengakibatkan stress dan frustrasi.
Bahkan seorang anak bisa
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
CARA MEMINIMALISIR KEADAAN
Menjadi orang tua tunggal memang memiliki banyak tantangan,
pekerjaan yang harus dilakukan menjadi lebih besar. Walaupun pekerjaan semakin
besar, orang tua harus tetap memikirkan dampak terhadap anak-anaknya. Orang
tuan harus rajin menjaga, merawat, dan mendidiknya. Bahkan tantangan terbesar
dari orang tua tunggal adalah pengaruh status pada anak-anak. Anak-anak merasa
diabaikan, tidak aman, terasing, dan berbeda dari anak-anak lain yang memiliki
ayah ibu yang utuh.
Anda harus bisa membangun hubungan dengan anak-anak Anda,
sehingga mereka merasa nyaman berbicara dengan Anda. Agar hubungan Anda baik
dengan anak-anak, bisa dimulai dengan kegiatan yang menyenangkan. Anda juga bisa
membuat dan menetapkan tugas-tugas yang bisa dilakukan bersama untuk anak-anak
Anda. Hal ini dilakukan, agar mereka bisa membantu dan mengurangi pekerjaan
Anda dan ini juga mengajarkan pada mereka tanggung jawab yang harus dilakukan[6].
Dengan pendidikan tanggung jawab, mental anak-anak akan
semakin baik. Mendidik anak tentang tanggung jawab sangat diperlukan karena
ketika Anda pergi bekerja, anak yang di rumah sudah mengerti tanggung jawab.
Dan jika ada teman-teman yang mengajak utnuk perbuatan-perbuatan kriminal,
misalnya narkoba, berkelahi, mereka bisa menolaknya karena mereka sudah mengerti
tentang tanggung jawab[7].
Selain itu, ajarkanlah kepada anak untuk mencerna dan memahami
tentang keputusan yang sudah diambil, serta mampu melatih dan mendidik anak
untuk tidak menyalahkan orang lain, terhadap faktor penyebab terjadinya broken
home ini. Selain itu, orang tua harus mampu membantu anak menarik pelajaran
positif terhadap maslah yang sedang terjadi dan yang paling utama adalah
mendekatkan diri pada tuhan dan kata kanlah akhir dari kehidupan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
http://kosmo.vivanews.com/news/read/117915-efek__broken_home__seorang_anak
http://tulisendw.blogspot.com/2010/05/pengertian-broken-home-dan-dampak.html
http://yuniehidayat.blogspot.com/2010/08/dampak-single-parent-bagi-anak.html
[1]
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
[2]
http://yuniehidayat.blogspot.com/2010/08/dampak-single-parent-bagi-anak.html
http://yuniehidayat.blogspot.com/2010/08/dampak-single-parent-bagi-anak.html
[5]
http://kosmo.vivanews.com/news/read/117915-efek__broken_home__seorang_anak
[6]
http://yuniehidayat.blogspot.com/2010/08/dampak-single-parent-bagi-anak.html
Artikel hebat.. (Y)
BalasHapusTerimakasih ida.
BalasHapusmampir lagi yah hihi
Artikel yg sungguh tepat, akurat, dan bagus. Ini dibuat berdasarkan penelitian apa pengalaman pribadi ya?
BalasHapusSoalnya semua kalimat dan isi nya pas sekali dgn apa yg sedang sy alami sekarang. Ya saya anak broken home, tapi tdk berasal dr keluarga yg bercerai, kebetulan nemu artikel ini dan langsung membacanya bahkan menyimpannya sangat persis sekali seperti yg sy alami
Postingnya komplit*
BalasHapusSaya pun setubuh dengan pernyataan Iman Aji..
Untuk saat ini saya menderita broken home dan entah sampai kapan saya harus seperti ini...
jadi anak broken home itu memang berat banget dah,tapi tergantung bagaimana kita menyikapi sih ..
BalasHapus"tidak ada orang yang dapat dipercaya" itu mungkin sikap untuk menghindari permasalahan,karena saya udah jenuh... padahal sikap itu juga mencari masalah gak sih . hehe
bagus nih artikelnya !!
BalasHapus----------------
nonton film online dewasa
nonton film online anak-anak
nonton film online semi
nonton film online bokep
nonton film online remaja
nonton film online gaul
------------
Saya broken home sudah sejak TK, ikut mma saya, tiap hari ditinggal kerja pagi malem, jarang komunikasi.. Punya mama yg keras egois pemarah, sering kena marah, sering kena pukul waktu kecil.. Sekarang sudah kuliah saya tidak pernah merokok, dugem sedikit tp ga aneh" apalagi narkoba, tp saya tdk merasa bahagia dgn kehidupan saya.. Dr latar belakang eko saya termasuk org yg lebih dr cukup tp saya tdk merasa bahagia.. Walaupun saya tidak minder kalau broken home tp saya sering berantem dgn mama.. Saya selalu dianggap membantah setiap menjawab.. Saya masih buta arah.. Saya sempat mau kabur dr rumah karena lelah dgn kehidupan ini..
BalasHapussaya juga broken home. setelah nyokap meninggal trs bokap married lagi. saya sering bertengkar dgn ibu tiri saya, alhasil terjadilah perang dingin di keluarga, dan keluarga saya termasuk kategori keluarga bisu. jarang adanya komunikasi, itu yg menyebabkan saya malas pulang ke rmh.
BalasHapuswajar ngga sih kalo kita suka merasa kesal melihat salah satu orang tua kita sudah dekat dengan orang lain belum lama setelah mereka bercerai?
BalasHapussaya juga mengalami broken home tapi orangtua saya memilih untuk bertahan bersama tetapi saling berselisih dan membuat kakak adik dan saya merasakan perselisihannya dan juga menjadi keluarga bisu. saya merasakannya mulai dari TK hingga sekarang. saat ini saya dibangku kuliah. sahabat saya selalu menyemangati saya dan selalu menyayangi saya sebagai pengganti orangtua saya setelah itu saya terbiasa dengan perselisihan kedua orangtua saya
BalasHapus